18 Agustus 2008

Melepaskan Genggaman

Kembali, perenungan hidup saya terjadi di angkot untuk kesekian kalinya. kali ini angkot Sungguminasa-BTP transit via Sentral yang menjadi tempat meditasi saya yang maha suci.

Saya menyadari kalo manusia tidak akan mendapatkan hal-hal yang baru dalam hidupnya jika dia tidak dapat melepaskan beberapa hal yang sudah sepantasnya memang harus dilepaskan. Ibarat kata gelas, kalo udah penuh dengan air, mana bisa ditmbah dengan air yang baru lagi.

Inilah yang terjadi pada saya.

Saya terlalu kuat menggenggam suatu hal dalam hidup saya, memori tentang dia. Gak usah nanya lebih lanjut siapa dia. Sejak awal, saya memang sudah berkomitmen di mulut untuk melupakan dia dan semua tetek bengek tentang dia. Tapi ternyata komitmen itu cuma di mulut, sangat kontradiktif dengan alam bawah sadar saya yang masih gak bisa nerima kenyataan yang udah ada. Makanya setiap ada hal-hal yang terjadi yang mengingatkan saya akan dia, saya pasti akan mengenang kejadian itu dengan bumbu-bumbu drama khas drama queen. Gak lagu, gak kata-kata, gak kejadian, sama aja.

Genggaman kuat itu serasa udah membatu sehingga akhirnya Tuhan gak memerdekakan saya dari perbudakan memori ini. Saya baru sadar kalo yang Tuhan inginkan dalam hidup setiap makhluk-Nya adalah merdeka.

Saya harus merdeka. Saya harus melepaskan genggaman saya. Tangan saya harus membuka untuk menerima suatu hal yang baru dari Dia.



Tidak ada komentar: